
Dhalem tempat tinggal pak kyai memang berada tepat di samping mushola kampus. Ruang utamanya berada didepan berdampingan juga dengan asrama putra.
” Assalamu’alaikum!”
Salam seorang pria berkopyah hitam masuk kedalam rumah.
” Wa’alaikumsalam warohmatullah wabarakatuh!”
Senyum mengembang dari pria paru baya yang akrab disapa pak kyai itu.
” Sini le duduk dulu kalih abah?” pinta pak kyai.
” Nggih bah” jawab Wildhan sambil berlalu duduk di seberang pak kyai.
Dari arah belakang datang bu nyai Kiki istri pak kyai sambil membawa nampan berisi cangkir teh.
“Ini abah teh angetnya.” kata bu nyai sambil menaruh teh keatas meja.
“Nggih, matursuwun mi.” ( “Iya, terimakasih mi”) jawab pak kyai dengan tersenyum.
“Sami-sami bah.”
“Loh!! sudah balik le, katanya mau ikut al-matsurat bareng anak-anak?” tanya ibu Wildhan itu.
“Nggih umi mboten sios.” ( “Iya umi tidak jadi.”) Jawab Wildhan sambil tersenyum malu.
” Gimana urusan kuliah kamu di Kairo le, apa masih ada yang harus diurus? ” tanya pak kyai setelah menyeruput teh nya.
“Alhamdulillah sampun rampung sedoyo bah, namung ngentosi kangge Wisuda” ( “Alhamdulillah sudah selesai semua bah, tinggal menunggu untuk wisuda” )
” Kapan iku le, kamu wisuda?”
” InshaAlloh bulan Juni bah, 4 bulan lagi.Pripun bah? “
” Oh begitu, opo rencanamu libur 4 bulan iki?” tanya pak kyai lagi.
“Pripun nek Wildhan ken mucal teng Bec mawon bah, supados ilmune tambah manfaat.” ( ” Gimana kalo si Wildhan disuruh ngajar di Bec saja, supaya ilmunya tambah bermanfaat. ” ) kata bu nyai Kiki.
” Itu juga rencana Wildhan selama disini abah, umi.” Jawab Awe.
” Yo bagus itu, tapi pingine abah,kamu wis ndang nikah le. Seumuran kamu abah sudah menikah sama umi mu!”
” Saya kan baru lulus kuliah bah, itu juga belum wisuda. Saya belum punya pekerjaan. ” Jawab Wildhan.
” Benar kata abah mu le, umi mu iki sudah sepuh.Pingin cepat-cepat nimang cucu. Kalo masalah rezeky itu sudah ada yang mengatur.”
” Kalo seperti itu,saya ngikut abah sama umi saja, bagaimana yang terbaik buat Wildhan.” Jawab Awe pasrah.
Di sisi lain…
Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda. Didepan kamar mandi tempat para ukthi memakai kaos kakinya, Niken mendudukan Eli dan menyodorkan minuman padanya, lalu Niken ikut duduk disampingnya.
Mereka meneguknya berbarengan.
“Kenapa tadi kamu ngomong seperti itu El?” tanya Niken dengan pandangan kecewa.
Eli diam saja, hanya menjawab dengan nafas pelan.
“Seharusnya kamu tidak ngomong seperti itu!” kata Niken lagi.
“Aku tidak bermaksud ken, hanya saja memang benar kan? Gus Awe yang kalian bicarakan itu ,bahkan kalian belum pernah bertemu dengannya, atau pernah belajar dengannya, hingga kalian begitu yakin kalo dia itu tampan dan alim.”
“Tapi bukan berarti kamu bisa mengutarakan itu semua didepan umum Eli, bagaimana jika kabar itu sampai ke telinga gus Awe atau keluarga ndalem.”
” Iya,aku minta maaf deh calon bu Nyai.” Eli tersenyum berlanjut menjadi gelak tawa keduanya.
To be continue…